I- Memaknai Peran Strategis Muhammadiyah
Sejak awal berdirinya, pada th 1912, Muhammadiyah, yang sama-sama lahir di awal periode kebangkitan bangsa, dengan sejawat dekatnya, Taman Siswa di Yogyakarta, telah melakukan perintisan dalam pencerdasan bangsa yang sangat menarik dan kreatif, sesuai dengan keberadaannya sebagai gerakan pembaruan atau tajdid. Kedekatan dan perjuangan bersama lewat pendidikan bangsa yang bersifat cultural dan keagamaan antara KH A Dahlan dan Ki Hadjar Dewantara ini dilanjutkan oleh KH Mas Mansur, salah seorang ketua Umum PP Muhammadiyah (1927 – 1933) yang bersama Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta duduk dalam satu tim yang dikenal dengan “Empat Serangkai”.
Antara tahun 1915-1925 Muhammadiyah aktif mendirikan sekolah-sekolah. KH. A. Dahlan, pada awalnya mendirikan sekolah rakyat di Kampung Kauman. Murid laki-laki bersekolah di Standard School Muhammadiyah, Suronatan, sedangkan murid perempuan bersekolah di Sekolah Rakyat Pawiyatan, Kauman. Sekolah Menengah yang pertama kali didirikan adalah perguruan Al Qismul Arqo,oleh K.H. A. Dahlan, pada tahun 1918. Dengan demikian, peranan lembaga pendidikan dan persyarikatan Muhammadiyah cukup significant dalam menunjang perjuangan mencapai kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia.
Melalui pendidikan, tokoh seperti K.H. Ahmad Dahlan, Ki Hajar Dewantara, Teuku Moh. Syafei, Siti Rahmah el Yunusiah dll menanamkan jiwa dan semangat nasionalisme kepada generasi muda. Para tokoh tersebut membangun visi dan misi pendidikan dalam bingkai kebangkitan Indonesia untuk meraih kemerdekaan dan kehidupan yang bermartabat, yang adil dan makmur.
Ki Hajar Dewantara, misalnya, mendirikan Taman Siswa pada 3 Juli 1922, dengan tujuan ingin menumbuhkan kesadaran bahwa bangsa ini memiliki martabat dan harapan untuk menjadi manusia merdeka. Ki Hajar meyakini, penyadaran bangsa melalui lembaga pendidikan dapat dilakukan. Hasilnya, kesadaran sebagai bangsa yang bermartabat dan berkeinginan untuk merdeka pun tumbuh berkembang di masyarakat Bangsa Indonesia.
Tentang kecerdasan bangsa inipun perlu dikembangkan pengertian yang dapat diturunkan dalam kebijakan dan praktek pendidikan. Menurut Psikolog Howard Gardner, sedikitnya ada tujuh jenis kecerdasan :
- kecerdasan linguistik, berkaitan dengan kemampuan bahasa dan penggunaannya..
- kecerdasan musikal, berkaitan dengan musik, melodi, irama dan nada.
- kecerdasan logis-matematis, berhubungan dengan pola, rumus-rumus, angka-angka dan logika.
- kecerdasan spasial, berhubungan dengan bentuk, lokasi dan hubungan di antaranya.
- kecerdasan tubuh-kinestetik, berhubungan dengan pergerakan dan ketrampilan olah tubuh.
- kecerdasan interpersonal, berhubungan dengan kemampuan untuk bisa mengerti dan menghadapi perasaan orang lain.
- kecerdasan intrapersonal, berhubungan dengan mengerti diri sendiri. (beranda.blogsome.com)
Menurut Prof. DR. Omar Kayam, bahwa pendidikan budaya, agama dan politik yang dilakukan oleh Taman Siswa dan Muhammadiyah yang berperan cukup penting dalam proses penyadaran bangsa. Dan Taman Siswa maupun Muhammadiyah merupakan penyangga budaya bangsa. Terutama dalam bidang pendidikan. Semacam gerakan Sarvodaya, di Sri Langka dan Pusat Pendidikan Shanti Niketan, oleh tokoh pujangga dunia Rabindranath Tagore, di India. Dan sekarang berkembang gerakan School of Well-Being dengan konsep dasar GNH (Gross National Happiness) yang juga didukung oleh UNESCO, yang bermula dari Bhutan dan berkembang ke Thailand dsb.
Strategi kebudayaan pendidikan dan pencerdasan kehidupan bangsa oleh Muhammadiyah yang dilakukan secara holistic, berbasis “Organic Wisdom” : Mukaddimah AD, MKCH (Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup), Kepribadian Muhammadiyah, Khittah Perjuangan Muhammadiyah dll yang rumusannya bukan dilakukan oleh seorang tokoh dan sekali jadi. Tetapi merupakan rumusan dasar yang menyahuti perkembangan dan panggilan zaman yang terus berubah dalam sidang-sidang tanwir dan menjadi “tuntunan baku” Persyarikatan Muhammadiyah.
II- Sumbangan Muhammadiyah dalam realisasi Hak atas Pendidikan Standard UNESCO
Selama satu abad khidmadnya, Muhammadiyah melakukan perintisan dan merealiasikan makna “amanat mencerdaskan kehidupan bangsa” yang kumudian dipaterikan di dalam Mukaddimah UUD 1945. Amanat luhur kebangsaan ini dinyatakan lebih jelas lagi dalam pasal UUD 1945, pasal 28 C yang berbunyi : “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.
Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional melalui UU No. 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Dalam kerangka inilah pendidikan Muhammadiyah memainkan perannya yang cukup significant.
UNESCO Interregional Conference Asia and Arab on Philosophy of Peace Culture and Human Integrity, yang dilaksanakan di Port Dickson, Melaka, 14 sd 17 Juni 2010, yang baru lalu, meneguhkan kembali pembaruan pendidikan dan penanaman nilai integritas manusia (Human Integrity) yang dilakukan secara holistic. Pada kesempatan tersebut penulis menyampaikan pengalaman Indonesia, termasuk yang terpenting, Persyarikatan Muhammadiyah yang memasuki abad ke 2 dari keberadaannya.
Adapun Fitur kuwajiban negara dalam Hak EKOSOB (Ekonomi, Sosial dan Budaya), termasuk Hak atas Pendidikan meliputi :
1- Ketersediaan (Availability),
2- Keterjangkauan (Accessability),
3- Penerimaan (Acceptability), dan
4- Kesesuaian (Adaptability)
Hak atas pendidikan ia adalah hak ekonomi, sosial dan budaya yang sekaligus merupakan hak sipil dan hak politik. Pasal 13 Kovenan Hak-hak Ekonomi, sosial dan Budaya 1966, menyatakan : Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan. Negara-negara tersebut sepakat bahwa pendidikan harus diarahkan pada pengembangan sepenuhnya kepribadian manusia dan kesadaran akan harga dirinya, dan memperkuat penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar.
Mereka selanjutnya sepakat bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam suatu masyarakat yang bebas, memajukan pengertian, toleransi serta persahabatan antar semua bangsa dan semua kelompok, ras, etnis atau agama, dan meningkatkan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memelihara perdamaian.
Ayat 2 : Negara-negara pihak pada Kovenan ini mengakui, bahwa dengan tujuan untuk mencapai perwujudan sepenuhnya hak ini :
- Pendidikan dasar harus bersifat wajib dan tersedia secara Cuma-Cuma bagi semua orang;
- Pendidikan lanjutan dalam berbagai bentuknya, termasuk pendidikan tehnik dan kejuruan, harus secara umum tersedia danterbuka bagi semua orang dengan segala cara yang layak, dan khususnya melalui pengadaaan pendidikan Cuma-Cuma secara bertahap;
- Pendidikan tinggi juga harus dilaksanakan dengan prinsip terbuka bagi semua orang atas dasar kemampuan, dengan segala upaya yang tepat, khususnya melalui pengadaan pendidikan Cuma-Cuma secara bertahap;
- Pendidikan fundamental harus didorong atau diintensifkan sejauh mungkin bagi orang-orang yang belum pernah mendapatkan atau belum menyelesaikan seluruh pendidikan dasar mereka;
- Pengembangan suatu system sekolah pada semua tingkatan harus secara aktif diupayakan, suatu system beasiswa yang memadai harus dibentuk, dan kondisi materiil staf pengajar harus terus menerus diperbaiki.
Selanjutnya, UNESCO di dalam pertemuannya di Dakar, pada bulan April 2000, telah merumuskan suatu kebijakan kerangka kerjasama dalam masyarakat yang sedang mengalami konflik maupun bencana alam. Hal ini merupakan realisasi dari Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal, Pasal 26, ayat 1, bahwa “Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan gratis semestinya diberikan pada tingkat dasar atau tingkat paling fundamental. Pendidikan dasar merupakan hal amat esensial dan dilindungi oleh hukum”
Pemenuhan atas hak dasar atas pendidikan dasar yang tersedia ( gratis ), terjangkau, bermutu, nondiskriminatif, termasuk daerah konflik dan bencana ini, telah menjadi komitmen bersama dalam bentuk penyelenggaraan Pendidikan untuk Semua (Education for All) yang juga telah dideklarasikan bersama dalam konperensi UNESCO, Konperensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (World Conference on Education for All) di Jomtien, Thailand, tanggal 5 – 9 Maret 1990 :
“Deklarasi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua: Memenuhi Kebutuhan Belajar Dasar” ini memberikan komitmen bagi pemenuhan hak atas pendidikan dasar, partisipasi perempuan, non diskriminasi, pendidikan bagi masyarakat dengan kemampuan yang berbeda (diffable- different ability), masyarakat di pengungsian, situasi konflik dan perang dll.
Pada aras ini Muhammadiyah telah memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi pencerdasan kehidupan bangsa maupun peningkatan kesejahteraannya dengan jaringan pendidikan sebagai berikut :
1- Sekolah Muhammadiyah, sejak tingkat Dasar sampai Menengah Atas, sebanyak 7.307 buah.
2- Perguruan Tinggi /termasuk akademi Muhammadiyah sebanyak 168 buah.
Yang dipadukan secara holistic dengan :
1- Rumah Sakit/ Balai Pengobatan sebanyak 389 buah.
2- BPR/BT sebanyak 1.673.
3- Masjid sebanyak 6.118, sedang Musholla sebanyak 5.080 buah.
4- dll
Masih banyak tantangan yang bersifat kualitatif yang harus dijawab oleh Muhammadiyah dalam memasuki perjuangannya di abad yang ke 2. Untuk itu diperlukan suatu Strategi Budaya Tajdid di bidang Ilmu Pengetahuan di lingkungan Muhammadiyah. Oleh karena sejak awal keberadaannya, Muhammadiyah sudah berpihak kepada ilmu pengetahuan dan membangun masyarakat ilmu.
III- Tajdid Ilmu dalam Masyarakat Ilmu.
Memasuki abad ke II dari khidmah yang dilakukan oleh Muhammadiyah, membawa konsekuensi pengembangan bahkan pembaruan peran dan keberadaannya. Kehadirannya sebagai “global civil society” dalam aras “global (good) governance”, mensyaratkan Muhammadiyah untuk mengembangkan wilayah tajdid dan ijtihad yang menjadi watak “distinctive”nya, sebagai gerakan Islam, dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar. Oleh karena masyarakat di mana Muhammadiyah kini berada, adalah masyarakat yang tengah bergerak dari masyarakat informasi (information society), di mana hampir setiap dosen, mahasiswa, staff administrative; bahkan para penjual makanan di sekitar kampus, membawa HP (hand phone – talipun bambit), fasih berselancar di internet dan terbiasa ber-sillaturrahmi bil-facebook. Menuju kepada Masyarakat Ilmu (Knowledge Society).
Di abad kedua dari keberadaannya, Muhammadiyah dipanggil untuk menggeluti wilayah peradaban yang lebih luas dan mendalam. Karena di dalam pergumulan pembinaan peradaban utama ini, diperlukan pengkajian yang lebih mendalam dalam wilayah nilai, filsafat ilmu dan reformasi pendidikan. Serta kerja peradaban yang hollistik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh seorang pemikir muslim Kurshid Ahmad, dalam pengantar buku yang ditulis oleh seorang ekonom Islam kelas dunia M. Umar Chapra : “The most distinct and defining aspect of Muslim civilization is that is based on faith and is inspired by a vision of Man, Society, and Destiny based on Devine Guidance. It is characterized by the integration of the spiritual with the material, and the moral with the mundane. Life is one organic whole”. ( Umer Chapra dalam “Muslim Civilization. The Cause of Decline and the Need for Reform”, 2007. p x)
Integrasi antara agama dan ilmu pengetahuan merupakan landasan yang harus dibangun bersama bagi pembinaan peradaban utama. Suatu tugas keummatan yang harus terus memanggil kita bersama untuk lebih bersungguh-sungguh menggeluti persoalan strategis dan berjangka panjang ini untuk membina perdaban utama yang universal, yang melintasi ruang dan zaman : ”Religion and science or scientific activities are regarded as the two phenomena that may elevate a culture to the level of universality” (p. 66).
Pada saat ini masyarakat dunia, dalam beraneka peringkatnya, sedang dalam proses peralihan menuju Masyarakat Pengetahuan (Knowledge Society). Yaitu masyarakat yang menghargai tinggi pengetahuan, sebagai hasil kegiatan di mana setiap orang berhak untuk mengaksesnya. Dan bukan hanya menjadi monopoli manusia yang berkecimpung di lembaga pendidikan, pengkajian dan penelitian saja (nonexcludable public good). Pengetahuan adalah hak setiap orang, di mana pendidikan merupakan hak setiap orang, yang akan membentuk masyarakat pengetahuan (Knowledge Society). Aktivitas ekonomi berbasis pengetahuan (Knowledge Economy) dapat terbentuk sebagai sebuah pencapaian kolektif peradaban (Civilizational Collective Achievement) jika terbina masyarakat pengetahuan. Dalam situasi seperti itu maka akses terhadap pengetahuan dan pembentukan gaya hidup berbasis pengetahuan itu, adalah dengan akses terhadap pendidikan. Perkembangan “Industri Kreatif” (salah satu kegiatan ekonomi berbasis pengetahuaan) yang semakin menonjol akhir-akhir ini adalah merupakan kemampuan untuk menciptakan sesuatu dari yang belum ada dan penemuan karya kretif (Create/innovate), disseminasi dan pemanfaatannya dalam masyarakat. Aktivitas ini sangat ditunjang oleh Pengetahuan dan Imajinasi pelakunya.
IV- Masyarakat Informasi, Ilmu dan “Organic Wisdom” Muhammadiyah
Jejaring masyarakat dalam bentuk masyarakat informasi, sebagaimana yang tengah menggejala di dunia saat ini, untuk sebagiannya, telah merambah ke Indonesia. Gejala ini nampak dalam kehidupan bisnis, pelayanan jasa infomasi dan komunikasi, bahkan dalam dunia pendidikan. Dengan berkembangnya cyber education, e-learning, distance learning dan sebagainya. Sampai dengan tahap tertentu, dalam usianya yang ke 100 ini Muhammadiyah dalam perjalanannya, dengan tekun, atas kerjasama anggota dan simpatisannya, Muhammadiyah telah membangun suatu jaringan masyarakat (society network) yang cukup bermakna. Sebagaimana dikemukan oleh Castells : “Terms such as information society or network society have been proposed to replace postindustrial society. Such terms attempt to capture the unprecedented development and use of information and communication technologies and the fact that information generation, processing, and transmission have become the fundamental sources of productivity and power (Castells 1996 dan Stehr 1994).
Pengabdian Muhammadiyah selama 100 tahun, telah dengan tekun membangun modal social (social capital) yang sangat berharga, yang berupa amal usaha yang tersebar di seluruh tanah air, dengan kelembagaan dan anggotanya yang terorganisir dan berdisiplin organisasi; merupakan kekayaan budaya dan social ummat, bangsa serta kemanusiaan yang sangat berarti. Muhammadiyah di usianya yang ke 100 ini merupakan fenomena “Global Civil Society”, yang merupakan pilar social dan budaya yang telah teruji oleh berbagai perubahan zaman. Dalam era kesejagatan/ al ‘aulamah ini, peran “global civil society” ini diharapkan mampu mentransformasikan hubungan kekuasaan dari model dominasi dari suatu imperium modal dan pasar dalam suatu model partnership masyarakat –to transform the relationships of power from the dominator model of empire to the partnership model of community-. Suatu “global civil society” yang merupakan kebangkitan kesadaran terhadap kemungkinan dan kemampuan untuk menciptakan masyarakat yang benar-benar demokratis yang menghormati kehidupan dan mengakui nilai/harga dan kontribusi dari setiap pribadi warganya- an awakening consciousness of the possibility of creating truly democratic societies that honor life and recognize the worth and contribution of every person-. Muhammadiyah dengan kelembagaan dan amal usahanya yang tersebar luas, telah menjadi suatu komplek dari jejaring aliansi masyarakat yang mempunyai komitmen untuk menciptakan masyarakat yang adil, lestari dan saling “menggembirakan” antar sesamanya –the complex web of alliances committed to creating a just, sustainable, and compassionate world- (David Korten, Nicanor Perlas dan Vandana Shiva, dalam Global Civil Society : the Path Ahead, 2007).
Patut disyukuri bersama, bahwa Muhammadiyah, sebagai gerakan dakwah, tajdid, amar ma’ruf nahi munkar telah berhasil menghimpun masyarakat dan menggerakannya untuk membangun dan menghimpun modal sosial yang sangat berharga, dalam bentuk berbagai amal usaha yang tersebar luas di seluruh wilayah tanah air. Berbagai amal usaha tersebut merupakan refleksi dari kepercayaan (amanah/trust) yang diberikan oleh masyarakat. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Sekretaris PP Muhammadiyah, bahwa sampai dengan bulan Nopember 2009, Muhammadiyah telah melakukan perkhidmatan : 1- Sekolah Muhammadiyah, sejak tingkat Dasar sampai Menengah Atas, sebanyak 7.307 buah. 2- Perguruan Tinggi Muhammadiyah sebanyak 168 buah. 3- Rumah Sakit/ Balai Pengobatan sebanyak 389 buah. 4- BPR/BT sebanyak 1.673. 5- Masjid sebanyak 6.118, sedang Musholla sebanyak 5.080 buah. 6- dll
Modal social yang merupakan amanah dan kepercayaan masyarakat ini sudah semestinya dijaga dan dikembangkan bersama, dalam menggapai cita-citanya. Peningkatan kualitas dan menjadikannya modal pembangunan peradaban yang utama.
Dalam perjalanan peradabannya (civilizational journey) yang dibangun dari bawah, Muhammadiyah telah berhasil menciptakan ruang bagi kekuatan-kekuatan masyarakat sebagai perwujudan dari organisme social baru yang merupakan kebangkitan budaya planeter (planetary culture) yang otentik, lewat ruh tajdid yang disemaikannya. Dengan semangat tajdid dan kembali kepada ajaran Tauhid, maka terjadilah suatu pemberdayaan teologis dan kultural dengan memerdekakan dari hierarki keagamaan, struktur perantara antara manusia dengan Tuhan, hambatan sosial, budaya dan tradisi yang mendominasi. Pembaruan Muhammadiyah yang berorientasi pemberdayaan masyarakat ini, merupakan panggilan baru di era globalisasi ketidak adilan, konsumerisme tinggi dan rezim hutang internasional pada saat ini, sesuai dengan Kepribadian Muhammadiyah. Panggilan baru yang dihadapi oleh Muhammadiyah memasuki abad yang kedua, yang memerlukan kearifan sebagaimana yang diteladankan oleh para pendiri dan pemimpin pendahulunya. Kearifan yang bersumber kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW yang diterapkan secara arif dan inovatif di dalam masyarakat yang terus mengalami perkembangan menuju masyarakat iimu.
V- Masyarakat Ilmu dan Reformasi Pendidikan Berteraskan Tauhid.
Terobosan budaya yang dilakukan oleh KH A Dahlan dengan kembali kepada tauhid yang murni di bidang ‘aqidah, memiliki implikasi yang sangat luas dan mendalam secara konseptual bahkan filsafat keilmuan. Pandangan dunia (world view), tashawwur atau mabda’ al ilmy yang dibangun atas landasan tauhid uluhiyyah, rububiyyah, ubudiyyah, dan kauniyyah. Tauhid penciptaan dan tauhid kebenaran. Pandangan dunia tauhid inilah yang menjadi landasan pembinaan peradaban utama. “Tawhid the Soul or Essence of Islamic Civilization. While Islam is the foundation of Islamic Civilization, its essence is tawhid. It denotes not only the belief in the oneness of Allah, but also the belief in the onness of mankind and the onness of the truth and morality.” (Kabuye Uthman Sulaiman, dalam “Islamic Civilization : Meaning, Origin and Distinctive Characteristics”, p 77).
Masyarakat ilmu yang sedang berproses yang sangat cepat, yang ditunjang oleh kemajuan dalam teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang membuat jarak lintas batas negara dan kebangsaan menjadi semakin pendek. Namun masyarakat ilmu yang mengalami perkembangan yang pesat ini menurut Hiroshi Tasaka, seorang Professor yang bekerja di Tama University, Tokyo, mengandung paradox. Professor Tasaka yang mendirikan jaringan kelompok pemikir dunia (worldwide network think-tank) yang bernama Sophia Bank. Dia membukakan membukakan beberapa strategi baru. Menurutnya, masyarakat ilmu ini mengandung paradoks yang cukup besar. Di masa depan, selain ilmu, diperlukan suatu kebijakan (wisdom/hikmah) yang merupakan “collective intelligence” yang syarat dengan nilai-nilai moral. “Today’s knowledge society is a big paradox; knowledge is bound to lose its value in this new era of knowledge society. In contrast to the talented people of yesteryears, in future it will not be knowledge but wisdom that has value. In his opinion “collective intelligence” – wisdom of crowd is important – by stimulating the wisdom of communities, a better idea can be generated through discussions than conceived by an expert”.
Tugas Muhammadiyah ke depan, dengan demikian adalah untuk mengefektifkan dan membangkan kerjasama yang erat antara universitas-universitas Muhammadiyah yang tersebar di seluruh tanah air dengan ranting-ranting dan jama’ah dan gerakan jama’ah yang berada di basis. Agar terjadi proses saling belajar dan saling mengembangkan khazanah keilmuan dan kebijakan untuk membangun peradaban masa depan yang utama. Termasuk mengembangkan pandangan dunia (world view) dan strategi budaya untuk membangun kerangka keilmuan yang belandaskan tauhid.
Dalam khazanah pengkajian pemikiran dan peradaban Islam, para pemikir muslim menggunakan berbagai istilah untuk worldview ini. Misalnya, Prof. Syed Naquib al-Attas menyebutnya Ru’yatul Islam lil wujud (Islamic Worldview), Maulana al-Mawdudi mengistilahkannya dengan Islami nazariat (Islamic Vision), Sayyid Qutb menamakannya al-Tasawwur al-Islami (Islamic Vision), Mohammad Alif al-Zayn menyebutnya al-Mabda’ al-Islami (Islamic Principle). Para pemikir muslim tersebut bersetuju bahwa Islam memilik cara pandangan dunianya yang otentik. Syed Naquib al-Attas mengemukakan bahwa worldview Islam adalah pandangan Islam tentang realitas dan kebenaran yang menjelaskan hakekat wujud; oleh karena apa yang dipancarkan Islam adalah wujud yang total maka worldview Islam berarti pandangan Islam tentang wujud (ru’yaat al-Islam lil-wujud). Maulana al-Mauwdudi memaknai Islami Nazariyat (worldview) sebagai pandangan hidup yang bermula dari konsep keesaan Tuhan (syahadah) yang mempun berimplikasi yang mendasar pada keseluruhan kehidupan manusia. Oleh karena syahadah merupakan pengakuan dan pernyataan moral untuk dilaksanakan dalam kehidupan dalam totalitasnya. Adapun Sayyid Qutb mengartikan al-tasawwur al-Islami, sebagai akumulasi dari keyakinan asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati yang memberi gambaran tentang wujud. Dalam diskursus ini Syed Naquib al-Attas menampakkan kecenderungannya yang kuat kepada makna epistemologis dan metafisis dari semesta.
Tauhid, Keesaan Tuhan, atau iman dalam pandangan Isma’il Razi al Faruqi, bukanlah semata mata suatu kategori etika. Ia adalah suatu kategori kognitif yang berhubungan ilmu pengetahuan, dengan kebenaran proposisi-proposisinya. Karena sifat dari kandungan proposisinya sama dengan sifat dari prinsip pertama logika dan ilmu pengetahuan, metafisika, etika, dan estetika, maka dengan sendirinya dalam diri subjek ia bertindak sebagai cahaya yang menyinari segala sesuatu. Al-Faruqi selanjutnya mengatakan: “As principle of knowledge, al tawhîd is the recognition that Allah, al haqq (the Truth) is, and that He is One. This implies that all contention, all doubt, is referable to Him; that no claim is beyond testing, beyond decisive judgment. Al tawhîd is the recognition that the truth is indeed knowable, that man is capable of reaching it. Skepticism which denies the truth is the opposite of al tawhîd. It arises out of a failure of nerve to push the inquary into truth to its end; the premature giving up of the possibility of knowing the truth”.
Ismail al-Faruqi, berpandangan bahwa pengakuan Ketuhanan Tuhan dan keesaan berati mengakui kebenaran dan kesatuan. Pandangan Ismail al-Faruqi ini meneguhkan asumsi bahwa sumber kebenaran yang satu berarti tidak mungkin terjadi adanya dua atau lebih sumber kebenaran. Ini sekaligus menjadi bukti bahwa integrasi keilmuan memiliki kesesuaian dengan prinsip al tawhîd. Sebagai prinsip metodologis, menurut al Faruqi, Tawhîd memuat tiga prinsip utama, yaitu: Pertama, penolakan terhadap segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan realitas (rejection of all that does not correspond with reality); kedua, penolakan kontradiksi-kontradiksi hakiki (deniel of ultimate contradictions); dan ketiga, keterbukaan bagi bukti yang baru dan/atau yang bertentangan (opennes to new and/or contrary evidence).
IV- Tajdid fil ‘ilmi sebagai Agenda Masa Depan Muhammadiyah.
Sebagai sebuah persyarikatan yang telah mengabdikan diri di bidang pendidikan secara holistic selama satu abad, sudah selayaknya apabila Muhammadiyah mengambil prakarsa dalam pembaruan pendidikan di tanah air dalam di lingkungan masyarakat Islam di Asia Tenggara dan di dunia secara luas. Para pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan, maupun para pakar pendidikan dan perencana di dunia Islam sangat menyadari betapa mendalam dan luasnya permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan ini. Oleh karena itu Konperensi Pertama tentang Pendidikan Islam ( The First World Conference on Muslim Education) yang diselenggarakan di Makkah, Saudi Arabia, 31 Maret – 8 April 1977, antara lain merekomendasikan : 1- Umat Islam, baik secara pribadi, kelembagaan maupun pemerintah, didorong untuk melakukan penilaian kembali secara mendalam terhadap muatan, konskuen dan arah dari ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir, dan kemudian memetakan kembali suatu kerangka baru bagi pengembangan ilmu pengetahuan futuristik dari perspektif Islam. Ilmu pendidikan Islami hendaknya melakukan kritik secara sistematik dan rasional terhadap “scientism” kontemporer. 2- Pendidikan dalam bidang ilmu pengetahuan alam, hendaknya dilakukan di dalam kerangka epistemologi, kosmologi, ontologi Islami. Baik pengkajian maupun penerapan ilmu pengetahuan alam memiliki signifikansi religious dan spiritual.
Tajdid/reformasi pendidikan pada tahap ini banyak memberikan perhatian terhadap reformasi kurikulum. Dan memang, sebenarnya ruh dari pendidikan adalah kurikulumnya. Oleh karena itu, reformasi pendidikan, pertama dan terutama dilakukan dengan melakukan reformasi kurikulum. Dengan didukung pengadaan buku-buku teks dan buku-buku referensi yang Islami. Oleh karena itu, di berbagai negara Islam berkembang berbagai upaya penyusunan dan penerbitan buku-buku bacaan dan buku-buku pegangan yang disusun dalam kerangka pandangan dunia yang Islami. Dan ini merupakan langkah yang mendasar dalam reformasi pendidikan. Kegiatan tersebut, selain dilakukan oleh beberapa tokoh maupun pribadi-pribadi yang peduli dan memiliki persyaratan akademik, juga dilakukan oleh the World Center for Islamic Education, juga dilakukan oleh the Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization (ISESCO) yang berpusat di Rabath, Marokko, di bawah Organization of Organization of Islamic Conference (OIC), serta the Islamic Foundation for Science, Technology and Development (IFSTAD) yang berpusat di Jeddah, organisasi-organisasi Islam lainnya, lembaga-lembaga kerjasama antar pemerintah maupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
Untuk meningkatkan proses reformasi pendidikan di dunia Islam, disepakati bahwa The World Center for Muslim Education bekerjasama dengan Organisasi Konperensi Negara-negara Islam serta lembaga-lembaga internasional lainnya, universitas, lembaga-lembaga penelitian dan penerbit-penerbit, untuk melaksanakan program penyediaan buku-buku teks dan bahan-bahan pembelajaran yang Islami. Beberapa subyek untuk introduksi pandangan dunia Islam, nilai-nilai dan etika Islam di dalam ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam penyediaan bahan-bahan pembelajaran tersebut.
Beberapa negara telah melakukan berbagai eksperimen dan upaya reformasi dalam pendidikan, dengan penonjolan wilayah kepedulian maupun derajat keberhasilan yang berbeda-beda. Misalnya yang dilakukan di Malaysia, Indonesia, Pakistan, Mesir, Turki, Arab Saudi, Bangladesh. Dll. Sehingga memungkinkan bagi setiap negara untuk menyumbangkan keberhasilannya, maupun menimba pengalaman dan keunggulan dari negara lainnya.
Dalam upaya tajdid fil ‘ilmi dan reformasi pendidikan ini, Muhammadiyah sebenarnya telah memiliki suatu set landasan nilai-nilai dan kerangka pemikiran yang tertuang di dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah, Muqaddimah AD Muhammadiyah, Khittah Perjuangan Muhammadiyah dll. Berbagai tuntunan baku Muhammadiyah tersebut merupakan khazanah “organic wisdom” yang sangat kaya dan mendasar, yang merupakan acuan dan sekaligus sumber inspirasi melakukan tajdid ilmu pengetahuan dan reformasi pendidikan. Berbagai kebijakan organic tersebut merupakan kekayaan budaya dan spiritual yang menjadikan Muhammadiyah mampu menghadapi berbagai perkembangan zaman, termasuk di dalam perkembangan masyarakat ilmu. Dengan menjadikan dan mengembangkan berbagai kebijakan dan panduan baku tersebut menjadi kerangka pandangan dunia dan kerangka pemikiran epistemology dan axiology dalam reformasi pendidikan. Wa Allahu a’lamu bi al shawab.
Sumber:https://habibch.wordpress.com/2010/06/21/mencerdaskan-kehidupan-bangsa-menuju-tajdid-ilmu-untukmuhammadiyah-mencerdaskan-kehidupan-bangsa-secara-holistik-berteraskan-tauhid-menuju-tajdid-ilmu-dan-reformasi-pendidikan-oleh-m-habib-chirz/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar