Pendiri Muhammadiyah sejak awal pergerakannya memelopori gerakan Islam
berkemajuan. Dalam perspektif Muhammadiyah bahwa Islam adalah agama kemajuan
yang diturunkan untuk mewujudkan kehidupan umat manusia yang tercerahkan dan
terbangunnya peradaban semesta yang berkemajuan. Kemajuan dalam pandangan Islam
adalah kebaikan yang serba utama yang melahirkan keunggulan hidup lahiriah dan
ruhaniah. Adapun dakwah dan tajdid bagi Muhammadiyah merupakan jalan perubahan
untuk mewujudkan Islam sebagai agama bagi kemajuan hidup umat manusia sepanjang
zaman.
Muhammadiyah dalam kehidupan kebangsaan maupun kemanusiaan universal
berdasarkan pada pandangan Islam berkemajuan menegaskan komitmen untuk terus
berkiprah menyemaikan benih-benih kebenaran, kebaikan, kedaimaian, keadilan,
kemaslahatan, kemamkmuran dan keutamaan hidup secara dinamis menuju peradaban
yang utama. Islam ditegakkan untuk menjunjung tinggi kemanusiaan baik laki-laki
maupun perempuan tanpa driskiminasi. Islam yang menggelorakan misi anti-perang,
anti-terorisme, anti-penindasan, anti-keterbelakangan, dan anti terhadap segala
bentuk pengrusakan di muka bumi seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan
kejahatan kemanusiaan, eksploitasi alam, serta berbagai kemungkaran yang
menghancurkan kehidupan.
Peran Muhammadiyah dan para tokohnya dalam mengemban misi Islam
berkemajuan berlanjut dalam kiprah kebangsaan lahirnya Negara Indonesia Merdeka
pada 17 Agustus 1945. Muhammadiyah melalui para pemimpinnya terlibat aktif
dalam usaha-usaha kemerdekaan. Kyai Haji Mas Mansur menjadi anggota empat
serangkai bersama Ir. Sukarno, Mohammad Hatta dan Ki Hajar Dewantara yang
merintis prakarsa persiapan kemerdekaan Indonesia terutama dengan pemerintahan Negara
Jepang. Tokoh penting Muhammadiyah lainnya Ki Bagus Hadikusumo, Prof. Kahar
Mudzakir, dan Mr. Kasman Singodimedjo bersama para tokoh bangsa lainnya
mengambil peran aktif dalam merumuskan prinsip dan bangunan dasar Negara Indonesia
sebagaimana keterlibatannya di Badan Persiapan Usaha Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ketiga tokoh itu
pula bersama tokoh Islam yang lain menjadi perumus dan penandatangan lahirnya
Piagam Jakarta yang menjiwai Pembukaan UUD 1945.
Panglima Besar Jenderal
Soedirman selaku kader dan pimpinan Muhammadiyah membuktikan peran strategisnya
dalam perjuangan kemerdekaan dan mempertahankan keabsahan Indonesia merdeka. Soedirman
menjadi tokoh utama perang gerilya dan kemudian menjadi Panglima Tentara
Nasional Indonesia. Insiyur Juanda adalah tokoh Muhammadiyah yang menjadi
pencetus Deklarasi Juanda tahun 1957, yang menjadi tonggak eksistensi Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang menyatukan laut ke dalam kepulauan Indonesia,
sehingga Indonesia menjadi Negara yang utuh.
Muhammadiyah dengan pandangan Islam Berkemajuan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara senantiasa berusaha untuk mengintegrasikan nilai-nilai ke-Islaman
dan ke-Indonesiaan. Muhammadiyah dan umat Islam merupakan bagian integral dari
bangsa Indonesia yang memiliki peran hostoris yang menentukan sejak sebelum
kemerdekaan hingga sesudah kemerdekaan. Muhammadiyah telah dan akan terus
memberikan sumbangsih besar di dalam upaya-upaya mencerdaskan dan memajukan
kehidupan bangsa serta mengembangkan moral politik Islam berwawasan kebangsaan
di tengah pertarungan berbagai ideology dunia.
Setelah Indonesia merdeka pada berbagai periode pemerintahan hingga
periode reformasi, pengabdian Muhammadiyah terhadap bangsa dan Negara terus
berlanjut. Kiprah Muhammadiyah sepanjang lebih dari satu abad merupakan bukti
bahwa Muhammadiyah ikut berjuang, berkorban dan memiliki saham besar dalam
usaha-usaha kemerdekaan dan membangun Negara Indonesia. Oleh karenanya
Muhammadiyah berkomitmen untuk terus berkiprah membangun dan meluruskan arah
kiblat Indonesia sebagai Negara Pancasila yang maju, adil, makmur, bermartabat
dan berdaulat menuju peradaban yang utama dalam ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sumber:http://muhammadiyahis.blogspot.co.id/2015/08/peran-muhammadiyah-di-negara-pancasila.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar