Menurut Febriansyah dkk. (2013), di abad kedua ini, Muhammadiyah berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan pencerahan (tanwir). Sebuah
gerakan yang merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk
membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan.Gerakan yang
dihadirkan untuk memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan
berupa kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan
lainnya yang bercorak struktural dan kultural. Untuk mewujudkan
Indonesia bebas atas problem kemanusiaan, khususnya kemiskinan bukanlah
perkara yang mudah. Muhammadiyah harus berkomitmen dan berusaha lebih
keras lagi untuk mengentaskan seluruh problem kehidupan di Indonesia
melalui berbagai amal usahanya yang dirintis pada bidang pendidikan,
kesehatan, dan sosial. Ortom (Organisasi Otonom) yang dibentuk oleh
Muhammadiyah harus berperan aktif dalam mewujudkan Indonesia yang lebih
cemerlang.
Seperti yang ditulis oleh Kelana dalam Republika (2015), kemiskinan
menjadi momok dalam masyarakat Indonesia. Berbagai upaya dilakukan
untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi angka kemiskinan tidak turun
secara signifikan. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2015 diprediksi
mencapai 30,25 juta orang atau sekitar 12,25 persen dari jumlah penduduk
Indonesia. Kenaikan jumlah penduduk miskin ini disebabkan beberapa
faktor, termasuk kenaikan harga BBM, inflasi, dan pelemahan dolar.
Presiden Direktur Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini mengatakan bahwa
berdasarkan kajian, kolaborasi ketiga faktor tersebut bisa menambah
angka kemiskinan sebesar satu persen. Jika berdasarkan data BPS, jumlah
penduduk miskin pada tahun 2014, presentase penduduk miskin di Indonesia
mencapai 11,25 persen atau 28,28 juta jiwa, maka pada 2015 ada tambahan
penduduk miskin sekitar 1,9 juta jiwa.
Indonesia
adalah bangsa yang besar, mempunyai sumber daya dan kekayaan nasional
yang melimpah. Ironisnya hal ini tidak bisa menjadikan negara Indonesia
menduduki jajaran negara terkaya di dunia versi Bank Dunia seperti
halnya Luksemburg, Norwegia, dan Qatar (Dewi, 2014). Menurut Lan (2008),
kemiskinan dapat disebabkan oleh salah satu atau gabungan faktor-faktor
berikut ini: (1) rendahnya tingkat pendidikan, (2) rendahnya
keterampilan yang dikuasai, (3) tidak memiliki penghasilan tetap, (4)
tidak memiliki modal usaha, (5) tidak memiliki kesempatan untuk
berusaha, (6) tidak memiliki kemauan, dan (7) tidak tahu harus
bagaimana. Sedangkan pemahaman tentang kemiskinan bisa dilihat dari
beberapa dimensi berikut.
- Rendahnya kesejahteraan.
Kesejahteraan adalah terpenuhinya kebutuhan sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan.
- Rendahnya akses sumber daya.
Akses
pada sumberdaya adalah adanya peluang untuk memanfaatkan sarana untuk
menggunakan fasilitas dan berproduksi, seperti menggunakan teknologi
informasi, kredit modal, pelayanan kesehatan, sumber daya alam, dan
sebagainya.
- Rendahnya kesadaran kritis.
Pemahaman
tentang kesadaran kritis adalah kesadaran yang menjadikan rakyat tahu
akan hak dan dapat memperjuangkan hak itu, seperti mampu menentukan
pilihan, berani berpikir bebas, berani mempertanyakan segala nilai,
norma, dan seterusnya.
- Rendahnya partisipasi.
Partisipasi
adalah peran rakyat untuk bisa terlibat atau ikut andil dalam
pengambilan keputusan dan menjadikannya lebih aktif, bukan sebagai
anggota yang pasif.
- Rendahnya daya atau posisi tawar.
Posisi
tawar adalah kemampuan rakyat untuk menentukan nasib dan kepentingan
sendiri, menentukan pemanfaatan sumberdaya, dan punya kekuatan menuntut
hak.
Kemiskinan
di Indonesia tidak hanya terjadi di daerah pedesaan namun juga
perkotaan. Di pedesaan, sektor pertanian lebih digeluti dan diminati
oleh masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai petani. Namun para petani
hanya bermodalkan semangat bekerja ditambah sedikit modal dan
keterampilan seadanya dalam membangun usaha pertaniannya. Hasilnya pun
tak bisa bersaing di tingkat global, di tingkat lokal pun para petani
tidak mampu keluar dari persoalan yang cenderung tidak menguntungkan
dirinya seperti tidak stabilnya harga pasar. Dengan demikian para petani
sulit meningkatkan dan mengembangkan usahanya serta sangat berat
meningkatkan kesejahteraannya.
Sementara
itu, kemiskinan masyarakat perkotaan lebih parah. Di perkotaan
disparitas tingkat ekonominya sangat tajam sehingga peluang munculnya
konflik-konflik horisontal dan vertikal tentu lebih besar, diawali dari
faktor kecemburuan sosial, kemudian lama-kelamaan bertali temali dengan
berbagai beban hidup yang ganas di daerah perkotaan, pada gilirannya
berdampak pada eskalasi menyeruaknya berbagai konflik hingga pada batas
tertntu memunculkan kerusuhan (Lan, 2008). Sering kali ditemui para
pengemis di sepanjang jalan atau di sekitar lampu lalu lintas. Para
penjual keliling pun juga belum mendapatkan kesejahteraan dari
pemerintahan. Para pengamen harus rela naik-turun bus demi mencari
sesuap nasi. Inilah fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini. Sudah
tidak dapat disangkal lagi bahwa Indonesia masih berada pada garis
kemiskinan dengan tingkat pengangguran yang tinggi akibat kurangnya
lapangan pekerjaan.
Menurut Lan (2008), untuk mencapai keberhasilan penanggulangan kemiskinan, maka diperlukan kondisi-kondisi sebagai berikut.
- Tidak adanya kesenjangan baik itu pendapatan, latar belakang budaya dan sistem nilai dalam kelompok swadaya masyarakat.
- Adanya kesamaan untuk semua subkelompok di tingkat pedesaan, dan terlembaga di dalam komite pengelola kelompok.
- Tidak adanya faktor pemecah belah dan konflik yang potensial seperti misalnya perbedaan agama atau kasta.
- Ukuran kelompok-kelompok yang masih dapat terorganisir.
- Adanya warisan kebudayaan untuk melakukan aktivitas yang mandiri.
- Adanya komitmen dari para pemuka masyarakat untuk membangun kesejahteraan komunitas.
- Adanya infrastruktur yang paling tidak meliputi jalan, sekolah, puskesmas, dan sebagainya.
Menurut Lan (2008) penanggulangan kemiskinan yang tepat adalah.
- Tumbuh dan menguatnya kelembagaan dalam kerangka community development , yang memungkinkan partisipasi rakyat miskin kota dalam proses pengambilan keputusan, yang didukung oleh pemerintahan yang bersih dengan prinsip demokrasi, transparam, kesetaraan gender, serta adanya kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang memihak rakyat.
- Terwujudnya ruang kesempatan, dimana rakyat miskin dapat memperoleh ruang dan kesempatan yang sama denagn pelaku pembangunan lainnya dalam proses, pola, dan implementasi pembangunan
- Pendekatan pembangunan secara menyeluruh dengan bertumpu pada partisipasi aktif dari komunitas.
- Pemberdayaan rakyat miskin kota melalui pengorganisasian rakyat miskin kota dengan membentuk kelompok-kelompok masyarakat
- Peninjauan kebijakan perundangan, peraturan daerah dan tata kota yang ada, untuk memberikan ruang dan kesempatan yang lebih besar kepada rakyat miskin kota.
Sejarah
menunjukkan masyarakat bisa mencapai kemakmuran karena berhasil
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Sumber daya ini merupakan faktor
produksi atau masukan dalam suatu proses produksi. Karena itu dalam
melakukan aktivitas ekonomi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
sumber daya buatan hendaknya dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan seluruh umat manusia. Manusia diperintahkan untuk
menciptakan kemakmuran (Hud:22). Sumber daya alam adalah sumber rezeki.
Manusia ditunjukkan sumber rezekinya pada sumber daya alam
(Al-Baqarah:22). Mereka yang memanfaatkan sumber daya alam, tentu saja
mereka yang memiliki kemampuan. Oleh sebab itu, sumber daya alam perlu
dikembangkan. Kesemua jenis sumber daya itu apabila dapat diolah dan
didayagunakan secara maksimal akan menjadi harta kekayaan yang
bermanfaat bagi manusia dan harta itu adalah nikmat Allah, alat-alat
provisi (perlengkapan), kesenangan, dan kebanggaan (Chalil, 2009).
Pemerintah
pun sebenarnya telah berusaha untuk menanggulangi dan menurunkan angka
kemiskinan. Program pengentasan kemiskinan sudah dilaksanakan sejak masa
orde baru melalui berbagai bentuk program seperti INSUS (Intensifikasi
Khusus), INMUM (Intensifikasi Umum), BIMAS (Bimbingan Massal), INMAS
(Intensifikasi Massal), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen), KUK (Kredit
Usaha Kecil), Wajib Belajar, INPRES Desa yang dilanjutkan dengan INPRES
Desa Tertinggal (IDT). Selain itu ada tiga program yang dilakukan untuk
menanggulangi kemiskinan. Program ini langsung ditujukan kepada penduduk
miskin, yaitu: (1) menyediakan kebutuhan pokok untuk keluarga miskin,
(2) mengembangkan sistem jaminan sosial, dan (3) mengembangkan budaya
masyarakat miskin (Sa’dyah, 2009). Namun hasilnya belum begitu
memuaskan. Belum terjadi perubahan yang signifikan terhadap tingkat
kemiskinan di Indonesia.
Sebagai
organisasi yang juga bergerak di bidang sosial, sesuai dengan misinya
yaitu ingin mengentaskan problem-problem yang terjadi di Indonesia,
salah satunya adalah memberantas kemiskinan. Diantara amal Muhammadiyah
untuk mengurangi tingkat kemiskinan adalah melalui Pemberdayaan Petani
dan Masyarakat Miskin oleh MPM. Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM)
baru dibentuk berdasarkan keputusan Muktamar Muhammadiyah tahun 2005 di
Malang Jawa Timur. Pembentukan itu didasari kenyataan bahwa kaum miskin
di Indonesia setelah 11 tahun reformasi (1998) belum mengalami perbaikan
yang berarti.
Sejak
awal berdirinya, Muhammadiyah sebenarnya sudah merintis usaha
pemberdayaan masyarakat dengan adanya bagian Penolong Kesengsaraan Umum.
Kini, ketika kondisi kehidupan rakyat miskin tidak mendapat pembelaan,
Muhammadiyah mulai merintis upaya mengembalikan lagi vitalitas awal
untuk menolong rakyat miskin. Pada Muktamar tahun 2000 dibentuk Lembaga
Buruh, Petani dan Nelayan. Pada Muktamar 2005 di Malang upaya ini lebih
sempurnakan lagi dengan dibentuknya Majelis Pemberdayaan Masyarakat.
Lima tahun pertama sejak pembentukannya (2005-2010) sudah ada 70
kabupaten yang dimasuki oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat. Sekitar 40
kabupaten antara lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Maluku, Sulawesi
Selatan, Bengkulu, Sumatera
Barat, program-program MPM bisa efektif berjalan baik (Febriansyah dkk., 2013).
Selain
itu, Muhammadiyah juga telah mendirikan Lembaga Amil Zakat Infak dan
Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU), yang merupakan lembaga nirlaba nasional
yang berhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan
secara produktif atas dana zakat, infak, wakaf, sedekah dan dana
kedermawanan lainnya baik dari perorangan. Lembaga, perusahaan dan
instansi lainnya. LAZISMU didirikan mengingat dua hal, yaitu pertama,
fakta Indonesia yang berselimut kemiskinan, kebodohan dan indeks
pembangunan manusia (Human Development Index) yang rendah yang semuanya
itu disebabkan dan berakibat tatanan keadilan sosial yang lemah. Kedua,
zakat, infak, sedekah dan kedermawanan lainnya diyakini mampu mendorong
keadilan sosial, pembangunan manusia dan mengentaskan kemiskinan.
Berdirinya LAZISMU dimaksudkan sebagai institusi pengelola zakat dengan
manajemen modern yang dapat menghantarkan zakat menjadi bagian dari
penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan.
Usaha
pemerintah maupun Muhammadiyah pada dasarnya memiliki tujuan yang sama,
yaitu ingin menjadikan Indonesia bebas dari kecaman kemiskinan. Akan
tetapi dalam pelaksanaannya kadang kurang bisa mewujudkan tujuan yang
hendak dicapainya. Seperti terjadinya kasus korupsi dana oleh instansi
pemerrintahan yang seharusnya digunakan untuk pemerataan kesejahteraan
rakyat dan mewujudkan keadilan. Hal ini tentu akan menurunkan tingkat
keberhasilan pelaksanaan program tersebut. Muhammadiyah sendiri dalam
berdakwah dan mewujudkan misinya tentu memiliki berbagai tantangan yang
harus dihadapi. Tantangan itu muncul dari internal maupun eksternal
Muhammadiyah dalam berbagai bidang seperti bidang politik, ekonomi, dan
sosial. Berbagai tantangan dihadapi Muhammadiyah dalam rangka mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya serta mengentaskan berbagai
problem kehidupan di Indonesia khususnya masalah kemiskinan. Tantangan
tersebut diharapkan tidak akan menjadi penghalang bagi Muhammadiyah agar
tetap terus bergerak menebar kebaikan khususnya di Indonesia.
Sebagai
sebuah organisasi sudah sewajarnya Muhammadiyah mendapatkan kritikan,
antara lain: (1) kaderisasi kompetensi keulamaan di Muhammadiyah
terkesan lamban, (2) minim lembaga pencetak kader keulamaan yang solid
seperti pesantren, (3) pola ibadah cenderung “kering” dari nuansa
penghayatan dan tasawuf, dan (4) gerakan dakwahnya bersifat elitis dan
akademis di daerah perkotaan (Hanafi dkk., 2014). Inilah saatnya
Muhammadiyah mendengarkan sejumlah kritikan dari berbagai pihak agar
bisa memaksimalkan peran dan tujuan yang hendak dicapainya.
Menurut
Sutrisno dalam Febriansyah dkk. (2013), sebagai organisasi sosial
keagamaan yang besar, serta telah cukup matang dan dewasa dalam
menimbang dan bersikap, maka seluruh keluarga besar Muhammadiyah,
diharapkan tetap dapat memelihara kerukunan, disiplin, etika dan
kesetiaannya terhadap organisasi. Antara lain harus dapat ditunjukkan,
dengan kepatuhan dan keikhlasannya, dalam menerima dan menjabarkan dan
melaksanakan semua keputusan, yang telah menjadi kemufakatan dan
kesepakatan Muktamar. Oleh karena itu, perlu terus ditumbuhkan, rasa
saling pengertian dan saling percaya, sikap saling menghormati dan
menghargai, sikap saling mengingatkan dan saling
Mengisi,
serta semangat kebersamaan dan kekeluargaan diantara sesama warga
keluarga besar Muhammadiyah, dan keluarga besar Bangsa Indonesia.
Segenap
warga keluarga besar Muhammadiyah, hendaknya bangkit tertantang untuk
berperan serta lebih aktif, kreatif dan antisipatif, di semua sisi
kegiatan pembangunan. Terutama yang berhubungan dengan upaya pembangunan
sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Bukan
saja dalam hal profesionalitas dan ketrampilannya, namun juga dalam hal
akhlak dan budi pekertinya, wawasan dan semangat kebangsaan, serta
kesehatan dan kesamaptaan jasmaninya. Selain itu, Muhammadiyah juga
dituntut untuk mampu menjawab tantangan yang dihadapi oleh sebagian
besar masyarakat kita, yaitu upaya pengentasan kemiskinan, antara lain
melalui pemberdayaan sektor usaha kecil, dan pengentasan penduduk
tertinggal (Sutrisno dalam Febriansyah dkk., 2013).
Menurut
Uchrowi dalam Febriansyah dkk. (2013), potret kemiskinan, kebodohan,
serta moral rendah masih mendominasi wajah bangsa ini. Kemiskinan adalah
masalah pelik yang telah mengakar di Indonesia sejak zaman penjajahan.
Sesuai dengan tujuan awal didirikannya Muhammadiyah yaitu memberantas
kebodohan dan kemiskinan. Maka inilah tugas semua kader Muhammadiyah
dari dulu hingga sekarang agar terus meningkatkan gerakannya melalui
amal usahanya dan menggerakkan ortomnya untuk terus berusaha memberantas
kemiskinan di Indonesia.
Muhammadiyah
juga perlu mengembangkan wawasan yang lebih luas lagi dalam rangka
mewujudkan misinya untuk menurunkan angka kemiskinan. Hal yang sangat
penting dilakukan adalah belajar dari berbagai negara lain yang telah
dapat mencapai kesejahteraannya dan menjadi negara terkaya di dunia.
Negara-negara Islam pun banyak yang kaya dengan memafaatkan segala
sumber daya yang ada. Seperti halnya Qatar yang menjadi negara Islam
terkaya pada peringkat pertama sejak 2011. Pertumbuhan ekonomi Qatar
terutama dari produksi gas alam dan mengekspornya, minyak, dan
petrokimia yang meningkat dan terus berkelanjutan. Predikat super
tersebut berdasarkan angka Produk Domestik Bruto 2011, yang mencapai
88.919 dolar. Qatar dinobatkan sebagai negara terkaya di dunia versi
Majalah Forbes, yang dilansir Jumat (3/2) (Liputan 6, 2012).
Selain
itu Muhammadiyah juga perlu membuat terobosan untuk ikut serta dalam
membuat kebijakan pemerintahan, salah satunya melalui partai politik.
Memang saat ini partai politik sudah dibentuk, namun terkadang masih
dianggap hanya menguntungkan segelintir orang saja, bukan Indonesia
secara menyeluruh. Sehingga perlu dibenahi niat dan motivasi ketika
ingin memasuki dunia politik, agar tujuan awal Muhammadiyah tercapai
sebagaimana semestinya dan dapat mengurangi penyelewengan yang ada.
Muhammadiyah diharapkan tidak hanya menciptakan program-program dalam
lingkup kecil, namun Muhammadiyah harus lebih berani lagi mengadakan
program yang lebih besar dan bisa berdampak luas bagi seluruh masyarakat
di Indonesia. Saat ini mungkin kiprah Muhammadiyah masih belum terlalu
meluas di seluruh Indonesia dan manfaatnya belum bisa dirasakan oleh
seluruh rakyat Indonesia. Sebagai organisasi yang besar seharusnya
Muhammadiyah mampu memberikan kontribusi yang besar pula bagi negeri
ini.
Muhammadiyah
diharapkan mampu menempa para kadernya agar menjadi kader yang militan
yang tidak hanya mengabdi pada organisasi, namun dalam cakupan yang
lebih luas yaitu mengabdi pada negeri. Sudah menjadi sebuah kewajiban
bagi Muhammadiyah untuk memaksimalkan perannya dalam rangka memberantas
kemiskinan di Indonesia baik melalui terobosan di bidang ekonomi,
sosial, dan politik. Sebagai kader Muhammadiyah diharapkan memahami
secara mendalam latar belakang berdirinya Muhammadiyah, salah satunya
yaitu mengentaskan kemiskinan. Hal inilah yang seharusnya terus menjadi
obor penyemangat bagi generasi Muhammadiyah untuk tetap berjuang demi
mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan terbebas dari
kemiskinan.
Sumber:http://ipmdiy.or.id/memaksimalkan-peran-muhammadiyah-dalam-rangka-memberantas-kemiskinan-harapan-untuk-muhammadiyah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar