Kamis, 23 Maret 2017

Memaksimalkan Peran Muhammadiyah dalam Rangka Memberantas Kemiskinan (Harapan untuk Muhammadiyah)

Tidak ada komentar:
Muhammadiyah merupakan suatu gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Gerakan ini ditujukan kepada perseorangan maupun masyarakat. Muhammadiyah yang berdiri pada 18 November 1912 adalah organisasi tua, ia menjadi yang tertua di negeri ini karena organisasi yang lahir sebelumnya atau pada saat yang hampir bersamaan banyak yang sudah tinggal nama dalam sejarah. Dalam usia yang telah mencapai satu abad (103 tahun dalam kalender Hijriyah) gerakan Islam ini sebagai contoh terbaik bagi gerakan modernisme Islam yang masih mampu menunjukkan elan vitalnya untuk tetap survive dan berkiprah dalam percaturan kehidupan umat manusia (Febriansyah dkk., 2013).

          Menurut Febriansyah dkk. (2013), di abad kedua ini, Muhammadiyah berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan pencerahan (tanwir). Sebuah gerakan yang merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan.Gerakan yang dihadirkan untuk memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan berupa kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan lainnya yang bercorak struktural dan kultural. Untuk mewujudkan Indonesia bebas atas problem kemanusiaan, khususnya kemiskinan bukanlah perkara yang mudah. Muhammadiyah harus berkomitmen dan berusaha lebih keras lagi untuk mengentaskan seluruh problem kehidupan di Indonesia melalui berbagai amal usahanya yang dirintis pada bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial. Ortom (Organisasi Otonom) yang dibentuk oleh Muhammadiyah harus berperan aktif dalam mewujudkan Indonesia yang lebih cemerlang.
            Seperti yang ditulis oleh Kelana dalam Republika (2015), kemiskinan menjadi momok dalam masyarakat Indonesia. Berbagai upaya dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi angka kemiskinan tidak turun secara signifikan. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2015 diprediksi mencapai 30,25 juta orang atau sekitar 12,25 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Kenaikan jumlah penduduk miskin ini disebabkan beberapa faktor, termasuk kenaikan harga BBM, inflasi, dan pelemahan dolar. Presiden Direktur Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini mengatakan bahwa berdasarkan kajian, kolaborasi ketiga faktor tersebut bisa menambah angka kemiskinan sebesar satu persen. Jika berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin pada tahun 2014, presentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 11,25 persen atau 28,28 juta jiwa, maka pada 2015 ada tambahan penduduk miskin sekitar 1,9 juta jiwa.
Indonesia adalah bangsa yang besar, mempunyai sumber daya dan kekayaan nasional yang melimpah. Ironisnya hal ini tidak bisa menjadikan negara Indonesia menduduki jajaran negara terkaya di dunia versi Bank Dunia seperti halnya Luksemburg, Norwegia, dan Qatar (Dewi, 2014). Menurut Lan (2008), kemiskinan dapat disebabkan oleh salah satu atau gabungan faktor-faktor berikut ini: (1) rendahnya tingkat pendidikan, (2) rendahnya keterampilan yang dikuasai, (3) tidak memiliki penghasilan tetap, (4) tidak memiliki modal usaha, (5) tidak memiliki kesempatan untuk berusaha, (6) tidak memiliki kemauan, dan (7) tidak tahu harus bagaimana. Sedangkan pemahaman tentang kemiskinan bisa dilihat dari beberapa dimensi berikut.

  1. Rendahnya kesejahteraan.
Kesejahteraan adalah terpenuhinya kebutuhan sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan.
  1. Rendahnya akses sumber daya.
 Akses pada sumberdaya adalah adanya peluang untuk memanfaatkan sarana untuk menggunakan fasilitas dan berproduksi, seperti menggunakan     teknologi informasi, kredit modal, pelayanan kesehatan, sumber daya alam, dan sebagainya.
  1. Rendahnya kesadaran kritis.
Pemahaman tentang kesadaran kritis adalah kesadaran yang menjadikan rakyat tahu akan hak dan dapat memperjuangkan hak itu, seperti mampu menentukan pilihan, berani berpikir bebas, berani mempertanyakan segala nilai, norma, dan seterusnya.
  1. Rendahnya partisipasi.
Partisipasi adalah peran rakyat untuk bisa terlibat atau ikut andil dalam pengambilan keputusan dan menjadikannya lebih aktif, bukan sebagai anggota yang pasif.
  1. Rendahnya daya atau posisi tawar.
Posisi tawar adalah kemampuan rakyat untuk menentukan nasib dan kepentingan sendiri, menentukan pemanfaatan sumberdaya, dan punya kekuatan menuntut hak.
Kemiskinan di Indonesia tidak hanya terjadi di daerah pedesaan namun juga perkotaan. Di pedesaan, sektor pertanian lebih digeluti dan diminati oleh masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai petani. Namun para petani hanya bermodalkan semangat bekerja ditambah sedikit modal dan keterampilan seadanya dalam membangun usaha pertaniannya. Hasilnya pun tak bisa bersaing di tingkat global, di tingkat lokal pun para petani tidak mampu keluar dari persoalan yang cenderung tidak menguntungkan dirinya seperti tidak stabilnya harga pasar. Dengan demikian para petani sulit meningkatkan dan mengembangkan usahanya serta sangat berat meningkatkan kesejahteraannya.
Sementara itu, kemiskinan masyarakat perkotaan lebih parah. Di perkotaan disparitas tingkat ekonominya sangat tajam sehingga peluang munculnya konflik-konflik horisontal dan vertikal tentu lebih besar, diawali dari faktor kecemburuan sosial, kemudian lama-kelamaan bertali temali dengan berbagai beban hidup yang ganas di daerah perkotaan, pada gilirannya berdampak pada eskalasi menyeruaknya berbagai konflik hingga pada batas tertntu memunculkan kerusuhan (Lan, 2008). Sering kali ditemui para pengemis di sepanjang jalan atau di sekitar lampu lalu lintas. Para penjual keliling pun juga belum mendapatkan kesejahteraan dari pemerintahan. Para pengamen harus rela naik-turun bus demi mencari sesuap nasi. Inilah fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini. Sudah tidak dapat disangkal lagi bahwa Indonesia masih berada pada garis kemiskinan dengan tingkat pengangguran yang tinggi akibat kurangnya lapangan pekerjaan.
Menurut Lan (2008), untuk mencapai keberhasilan penanggulangan kemiskinan, maka diperlukan kondisi-kondisi sebagai berikut.
  1. Tidak adanya kesenjangan baik itu pendapatan, latar belakang budaya dan sistem nilai dalam kelompok swadaya masyarakat.
  2. Adanya kesamaan untuk semua subkelompok di tingkat pedesaan, dan terlembaga di dalam komite pengelola kelompok.
  3. Tidak adanya faktor pemecah belah dan konflik yang potensial seperti misalnya perbedaan agama atau kasta.
  4. Ukuran kelompok-kelompok yang masih dapat terorganisir.
  5. Adanya warisan kebudayaan untuk melakukan aktivitas yang mandiri.
  6. Adanya komitmen dari para pemuka masyarakat untuk membangun kesejahteraan komunitas.
  7. Adanya infrastruktur yang paling tidak meliputi jalan, sekolah, puskesmas, dan sebagainya.
Menurut Lan (2008) penanggulangan kemiskinan yang tepat adalah.
  1. Tumbuh dan menguatnya kelembagaan dalam kerangka community development , yang memungkinkan partisipasi rakyat miskin kota dalam proses pengambilan keputusan, yang didukung oleh pemerintahan yang bersih dengan prinsip demokrasi, transparam, kesetaraan gender, serta adanya kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang memihak rakyat.
  2. Terwujudnya ruang kesempatan, dimana rakyat miskin dapat memperoleh ruang dan kesempatan yang sama denagn pelaku pembangunan lainnya dalam proses, pola, dan implementasi pembangunan
  3. Pendekatan pembangunan secara menyeluruh dengan bertumpu pada partisipasi aktif dari komunitas.
  4. Pemberdayaan rakyat miskin kota melalui pengorganisasian rakyat miskin kota dengan membentuk kelompok-kelompok masyarakat
  5. Peninjauan kebijakan perundangan, peraturan daerah dan tata kota yang ada, untuk memberikan ruang dan kesempatan yang lebih besar kepada rakyat miskin kota.
Sejarah menunjukkan masyarakat bisa mencapai kemakmuran karena berhasil memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Sumber daya ini merupakan faktor produksi atau masukan dalam suatu proses produksi. Karena itu dalam melakukan aktivitas ekonomi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan hendaknya dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan seluruh umat manusia. Manusia diperintahkan untuk menciptakan kemakmuran (Hud:22). Sumber daya alam adalah sumber rezeki. Manusia ditunjukkan sumber rezekinya pada sumber daya alam (Al-Baqarah:22). Mereka  yang memanfaatkan sumber daya alam, tentu saja mereka yang memiliki kemampuan. Oleh sebab itu, sumber daya alam perlu dikembangkan. Kesemua jenis sumber daya itu apabila dapat diolah dan didayagunakan secara maksimal akan menjadi harta kekayaan yang bermanfaat bagi manusia dan harta itu adalah nikmat Allah, alat-alat provisi (perlengkapan), kesenangan, dan kebanggaan (Chalil, 2009).
Pemerintah pun sebenarnya telah berusaha untuk menanggulangi dan menurunkan angka kemiskinan. Program pengentasan kemiskinan sudah dilaksanakan sejak masa orde baru melalui berbagai bentuk program seperti INSUS (Intensifikasi Khusus), INMUM (Intensifikasi Umum), BIMAS (Bimbingan Massal), INMAS (Intensifikasi Massal), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen), KUK (Kredit Usaha Kecil), Wajib Belajar, INPRES Desa yang dilanjutkan dengan INPRES Desa Tertinggal (IDT). Selain itu ada tiga program yang dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan. Program ini langsung ditujukan kepada penduduk miskin, yaitu: (1) menyediakan kebutuhan pokok untuk keluarga miskin, (2) mengembangkan sistem jaminan sosial, dan (3) mengembangkan budaya masyarakat miskin (Sa’dyah, 2009). Namun hasilnya belum begitu memuaskan. Belum terjadi perubahan yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia.
Sebagai organisasi yang juga bergerak di bidang sosial, sesuai dengan misinya yaitu ingin mengentaskan problem-problem yang terjadi di Indonesia, salah satunya adalah memberantas kemiskinan. Diantara amal Muhammadiyah untuk mengurangi tingkat kemiskinan adalah melalui Pemberdayaan Petani dan Masyarakat Miskin oleh MPM. Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) baru dibentuk berdasarkan keputusan Muktamar Muhammadiyah tahun 2005 di Malang Jawa Timur. Pembentukan itu didasari kenyataan bahwa kaum miskin di Indonesia setelah 11 tahun reformasi (1998) belum mengalami perbaikan yang berarti.
Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah sebenarnya sudah merintis usaha pemberdayaan masyarakat dengan adanya bagian Penolong Kesengsaraan Umum. Kini, ketika kondisi kehidupan rakyat miskin tidak mendapat pembelaan, Muhammadiyah mulai merintis upaya mengembalikan lagi vitalitas awal untuk menolong rakyat miskin. Pada Muktamar tahun 2000 dibentuk Lembaga Buruh, Petani dan Nelayan. Pada Muktamar 2005 di Malang upaya ini lebih sempurnakan lagi dengan dibentuknya Majelis Pemberdayaan Masyarakat. Lima tahun pertama sejak pembentukannya (2005-2010) sudah ada 70 kabupaten yang dimasuki oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat. Sekitar 40 kabupaten antara lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Maluku, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Sumatera
Barat, program-program MPM bisa efektif berjalan baik (Febriansyah dkk., 2013).
Selain itu, Muhammadiyah juga telah mendirikan Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU), yang merupakan lembaga nirlaba nasional yang berhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif atas dana zakat, infak, wakaf, sedekah dan dana kedermawanan lainnya baik dari perorangan. Lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. LAZISMU didirikan mengingat dua hal, yaitu pertama, fakta Indonesia yang berselimut kemiskinan, kebodohan dan indeks pembangunan manusia (Human Development Index) yang rendah yang semuanya itu disebabkan dan berakibat tatanan keadilan sosial yang lemah. Kedua, zakat, infak, sedekah dan kedermawanan lainnya diyakini mampu mendorong keadilan sosial, pembangunan manusia dan mengentaskan kemiskinan. Berdirinya LAZISMU dimaksudkan sebagai institusi pengelola zakat dengan manajemen modern yang dapat menghantarkan zakat menjadi bagian dari penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan.
Usaha pemerintah maupun Muhammadiyah pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu ingin menjadikan Indonesia bebas dari kecaman kemiskinan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya kadang kurang bisa mewujudkan tujuan yang hendak dicapainya. Seperti terjadinya kasus korupsi dana oleh instansi pemerrintahan yang seharusnya digunakan untuk pemerataan kesejahteraan rakyat dan mewujudkan keadilan. Hal ini tentu akan menurunkan tingkat keberhasilan pelaksanaan program tersebut. Muhammadiyah sendiri dalam berdakwah dan mewujudkan misinya tentu memiliki berbagai tantangan yang harus dihadapi. Tantangan itu muncul dari internal maupun eksternal Muhammadiyah dalam berbagai bidang seperti bidang politik, ekonomi, dan sosial. Berbagai tantangan dihadapi Muhammadiyah dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya serta mengentaskan berbagai problem kehidupan di Indonesia khususnya masalah kemiskinan. Tantangan tersebut diharapkan tidak akan menjadi penghalang bagi Muhammadiyah agar tetap terus bergerak menebar kebaikan khususnya di Indonesia.
Sebagai sebuah organisasi sudah sewajarnya Muhammadiyah mendapatkan kritikan, antara lain: (1) kaderisasi kompetensi keulamaan di Muhammadiyah terkesan lamban, (2) minim lembaga pencetak kader keulamaan yang solid seperti pesantren, (3) pola ibadah cenderung “kering” dari nuansa penghayatan dan tasawuf, dan (4) gerakan dakwahnya bersifat elitis dan akademis di daerah perkotaan (Hanafi dkk., 2014). Inilah saatnya Muhammadiyah mendengarkan sejumlah kritikan dari berbagai pihak agar bisa memaksimalkan peran dan tujuan yang hendak dicapainya.
Menurut Sutrisno dalam Febriansyah dkk. (2013), sebagai organisasi sosial keagamaan yang besar, serta telah cukup matang dan dewasa dalam menimbang dan bersikap, maka seluruh keluarga besar Muhammadiyah, diharapkan tetap dapat memelihara kerukunan, disiplin, etika dan kesetiaannya terhadap organisasi. Antara lain harus dapat ditunjukkan, dengan kepatuhan dan keikhlasannya, dalam menerima dan menjabarkan dan melaksanakan semua keputusan, yang telah menjadi kemufakatan dan kesepakatan Muktamar. Oleh karena itu, perlu terus ditumbuhkan, rasa saling pengertian dan saling percaya, sikap saling menghormati dan menghargai, sikap saling mengingatkan dan saling
Mengisi, serta semangat kebersamaan dan kekeluargaan diantara sesama warga keluarga besar Muhammadiyah, dan keluarga besar Bangsa Indonesia.
Segenap warga keluarga besar Muhammadiyah, hendaknya bangkit tertantang untuk berperan serta lebih aktif, kreatif dan antisipatif, di semua sisi kegiatan pembangunan. Terutama yang berhubungan dengan upaya pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Bukan saja dalam hal profesionalitas dan ketrampilannya, namun juga dalam hal akhlak dan budi pekertinya, wawasan dan semangat kebangsaan, serta kesehatan dan kesamaptaan jasmaninya. Selain itu, Muhammadiyah juga dituntut untuk mampu menjawab tantangan yang dihadapi oleh sebagian besar masyarakat kita, yaitu upaya pengentasan kemiskinan, antara lain melalui pemberdayaan sektor usaha kecil, dan pengentasan penduduk tertinggal (Sutrisno dalam Febriansyah dkk., 2013).
Menurut Uchrowi dalam Febriansyah dkk. (2013), potret kemiskinan, kebodohan, serta moral rendah masih mendominasi wajah bangsa ini. Kemiskinan adalah masalah pelik yang telah mengakar di Indonesia sejak zaman penjajahan. Sesuai dengan tujuan awal didirikannya Muhammadiyah yaitu memberantas kebodohan dan kemiskinan. Maka inilah tugas semua kader Muhammadiyah dari dulu hingga sekarang agar terus meningkatkan gerakannya melalui amal usahanya dan menggerakkan ortomnya untuk terus berusaha memberantas kemiskinan di Indonesia.
Muhammadiyah juga perlu mengembangkan wawasan yang lebih luas lagi dalam rangka mewujudkan misinya untuk menurunkan angka kemiskinan. Hal yang sangat penting dilakukan adalah belajar dari berbagai negara lain yang telah dapat mencapai kesejahteraannya dan menjadi negara terkaya di dunia. Negara-negara Islam pun banyak yang kaya dengan memafaatkan segala sumber daya yang ada. Seperti halnya Qatar yang menjadi negara Islam terkaya pada peringkat pertama sejak 2011. Pertumbuhan ekonomi Qatar terutama dari produksi gas alam dan mengekspornya, minyak, dan petrokimia yang meningkat dan terus berkelanjutan. Predikat super tersebut berdasarkan angka Produk Domestik Bruto 2011, yang mencapai 88.919 dolar. Qatar dinobatkan sebagai negara terkaya di dunia versi Majalah Forbes, yang dilansir Jumat (3/2) (Liputan 6, 2012).
Selain itu Muhammadiyah juga perlu membuat terobosan untuk ikut serta dalam membuat kebijakan pemerintahan, salah satunya melalui partai politik. Memang saat ini partai politik sudah dibentuk, namun terkadang masih dianggap hanya menguntungkan segelintir orang saja, bukan Indonesia secara menyeluruh. Sehingga perlu dibenahi niat dan motivasi ketika ingin memasuki dunia politik, agar tujuan awal Muhammadiyah tercapai sebagaimana semestinya dan dapat mengurangi penyelewengan yang ada. Muhammadiyah diharapkan tidak hanya menciptakan program-program dalam lingkup kecil, namun Muhammadiyah harus lebih berani lagi mengadakan program yang lebih besar dan bisa berdampak luas bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Saat ini mungkin kiprah Muhammadiyah masih belum terlalu meluas di seluruh Indonesia dan manfaatnya belum bisa dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Sebagai organisasi yang besar seharusnya Muhammadiyah mampu memberikan kontribusi yang besar pula bagi negeri ini.
Muhammadiyah diharapkan mampu menempa para kadernya agar menjadi kader yang militan yang tidak hanya mengabdi pada organisasi, namun dalam cakupan yang lebih luas yaitu mengabdi pada negeri. Sudah menjadi sebuah kewajiban bagi Muhammadiyah untuk memaksimalkan perannya dalam rangka memberantas kemiskinan di Indonesia baik melalui terobosan di bidang ekonomi, sosial, dan politik. Sebagai kader Muhammadiyah diharapkan memahami secara mendalam latar belakang berdirinya Muhammadiyah, salah satunya yaitu mengentaskan kemiskinan. Hal inilah yang seharusnya terus menjadi obor penyemangat bagi generasi Muhammadiyah untuk tetap berjuang demi mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan terbebas dari kemiskinan.

Sumber:http://ipmdiy.or.id/memaksimalkan-peran-muhammadiyah-dalam-rangka-memberantas-kemiskinan-harapan-untuk-muhammadiyah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
back to top